PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2016
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa dalam rangka percepatan pelaksanaan program pembangunan pemerintah untuk kepentingan umum, pemberian kemudahan dalam berusaha, serta
pemberian perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah, perlu mengatur kembali kebijakan atas Pajak Penghasilan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli
atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya;
|
|
|
b.
|
bahwa dalam rangka pengaturan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor
48 TAHUN 1994
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
71 TAHUN 2008
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor
48 TAHUN 1994
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
|
|
|
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Nomor
7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 TAHUN 2008
tentang Perubahan Keempat Atas Undang Nomor
7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah
dan/ atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya;
|
|
|
|
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|
|
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor
7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 TAHUN 2008
tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor
7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4893);
|
MEMUTUSKAN:
|
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN
JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA.
|
|
|
|
|
Pasal 1
|
|
|
|
|
(1)
|
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:
|
|
|
|
|
|
a. |
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
|
|
|
|
|
|
b. |
perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya,
|
|
|
|
|
|
terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
|
|
|
|
|
(2)
|
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penghasilan yang diterima
atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak,
lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.
|
|
|
|
|
(3)
|
Penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b adalah penghasilan dari:
|
|
|
|
|
|
a.
|
pihak penjual yang namanya tercantum dalam pe{anjian pengikatan jual beli pada saat pertama kali ditandatangani; atau
|
|
|
|
|
|
b.
|
perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan pihak
pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.
|
|
|
|
|
Pasal 2
|
|
|
|
|
(1)
|
Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah
sebesar:
|
|
|
|
|
|
a.
|
2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan;
|
|
|
|
|
|
b.
|
1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
|
|
|
|
|
|
c.
|
0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus
dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
|
|
|
|
|
(2)
|
Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
|
|
|
|
|
a.
|
nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah;
|
|
|
|
|
|
b.
|
nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor
189 beserta perubahannya);
|
|
|
|
|
|
c.
|
nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang
dipengaruhi hubungan istimewa, Selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;
|
|
|
|
|
|
d.
|
nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang
tidak dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b; atau
|
|
|
|
|
|
e.
|
nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan
melalui tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.
|
|
|
|
|
(3)
|
Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari jumlah bruto, yaitu:
|
|
|
|
|
|
a.
|
nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa; atau
|
|
|
|
|
|
b.
|
nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang dipengaruhi
hubungan istimewa.
|
|
|
|
|
(4)
|
Kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, sesuai dengan kriteria Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
|
|
|
Pasal 3
|
|
|
|
|
(1)
|
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, wajib menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a
dan huruf b ke bank/pos persepsi sebelum akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
|
|
|
|
|
(2)
|
Bagi orang pribadi atau badan yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat diterimanya sebagian atau seluruh pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
|
|
|
|
|
(3)
|
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran termasuk uang muka, bunga, pungutan, dan
pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.
|
|
|
|
|
(4)
|
Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke
bank/pos persepsi paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran.
|
|
|
|
|
(5)
|
Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran
Pajak yang bersangkutan yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak.
|
|
|
|
|
(6)
|
Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai
penerbitan akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
(7)
|
Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) meliputi pejabat pembuat akta tanah, pejabat lelang, atau pejabat
lain yang diberi wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 4
|
|
|
|
|
(1)
|
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli atau
tukar-menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a kepada pemerintah, dipungut Pajak Penghasilan oleh bendahara pemerintah
atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar.
|
|
|
|
|
(2)
|
Bendahara pemerintah atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungut ke bank/pos
persepsi sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar menukar dilaksanakan.
|
|
|
|
|
(3)
|
Penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang
disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar.
|
|
|
|
|
(4)
|
Bendahara pemerintah atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
Pasal 5
|
|
|
|
|
(1)
|
Pelunasan Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan dari perubahan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b dilakukan melalui penyetoran sendiri oleh orang pribadi atau badan yang merupakan pihak
pembeli dan namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum atas perjanjian pengikatan
jual beli tersebut.
|
|
|
|
|
(2)
|
Pihak penjual hanya menandatangani perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli apabila kepadanya dibuktikan bahwa kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi
lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan, yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak.
|
|
|
|
|
(3)
|
Pihak penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyampaikan laporan mengenai perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli
atas pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
Pasal 6
|
|
|
|
|
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3)
adalah:
|
|
|
|
|
a.
|
orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
|
|
|
|
|
b.
|
orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
|
|
|
|
|
c.
|
badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
|
|
|
|
|
d.
|
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris;
|
|
|
|
|
e.
|
badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah
ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku;
|
|
|
|
|
f.
|
orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun
serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan; atau
|
|
|
|
|
g.
|
orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.
|
|
|
|
|
Pasal 7
|
|
|
|
|
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak, dan peralihan
hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak atau hasil cetak sarana administrasi lain yang disamakan dengan
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 4 ayat (3), kecuali permohonan sehubungan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pasal 6.
|
|
|
|
|
Pasal 8
|
|
|
|
|
(1)
|
Pejabat yang berwenang menandatangani akta keputusan, kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (5) dan/atau Pasal 3 ayat (6) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
(2)
|
Pihak penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
dan/atau Pasal 5 ayat (3), dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 9
|
|
|
|
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
|
|
|
|
a.
|
tata cara penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5;
|
|
|
|
|
b.
|
pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan
|
|
|
|
|
c.
|
pelaporan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(6), Pasal 4 ayat (4), dan Pasal 5 ayat (3),
|
|
|
|
|
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
|
|
|
|
|
Pasal 10
|
|
|
|
|
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah
Nomor
48 TAHUN 1994
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3580) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor
71 TAHUN 2008
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor
48 TAHUN 1994
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4914), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
|
|
|
|
|
Pasal 11
|
|
|
|
|
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor
48 TAHUN 1994
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3580) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor
71 TAHUN 2008
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor
48 TAHUN 1994
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4914), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|
|
|
|
Pasal 12
|
|
|
|
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Agustus 2016
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
|
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Agustus 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
|
|