— —
|
Baca Versi Teks
|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 141/PMK.03/2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016
TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
7. | Ketentuan ayat (1) Pasal 21 diubah sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut: | |||||||||
Pasal 21 | ||||||||||
(1) | Atas penyampaian Surat Pernyataan, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal: | |||||||||
a. | tanda terima Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (8), atau | |||||||||
b. | tanda terima sementara sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, | |||||||||
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J Peraturan Menteri ini dan mengirimkannya kepada Wajib Pajak. | ||||||||||
(2) | Apabila jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan yang disampaikan Wajib Pajak dianggap diterima sebagai Surat Keterangan. | |||||||||
(3) | Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Surat Keterangan. | |||||||||
(4) | Dalam hal terdapat: | |||||||||
a. | kesalahan tulis dalam Surat Keterangan; dan/atau | |||||||||
b. | kesalahan hitung dalam Surat Keterangan, | |||||||||
Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar dapat menerbitkan surat pembetulan atas Surat Keterangan. | ||||||||||
8. | Ketentuan ayat (5) Pasal 24 diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (2a) dan ayat (2b), sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut: | |||||||||
Pasal 24 | ||||||||||
(1) | Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan atas Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak, harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama Wajib Pajak. | |||||||||
(2) | Atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan, dalam hal: | |||||||||
a. | permohonan pengalihan hak; atau | |||||||||
b. | penandatanganan surat pernyataan oleh kedua belah pihak di hadapan notaris yang menyatakan bahwa Harta sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, dalam hal Harta tersebut belum dapat diajukan permohonan pengalihan hak, | |||||||||
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017. | ||||||||||
(2a) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku dalam hal dokumen kepemilikan atas tanah dan/atau bangunan yang akan dilakukan pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih atas nama: | |||||||||
a. | pihak perantara (nominee) yang namanya digunakan oleh Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan selaku pemilik sebenarnya untuk memperoleh tanah dan/atau bangunan; | |||||||||
b. | pemberi hibah; | |||||||||
c. | pewaris; atau | |||||||||
d. | salah satu ahli waris, dalam hal tanah dan/atau bangunan tersebut telah terbagi. | |||||||||
(2b) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diberikan dalam hal | |||||||||
a. | telah terjadi pembelian tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak dari pengembang (developer); dan | |||||||||
b. | terhadap hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a belum dilakukan balik nama dari pengembang (developer) kepada Wajib Pajak. | |||||||||
(3) | Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang dapat dibaliknamakan dan dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Harta tambahan yang telah diperoleh dan/atau dimiliki Wajib Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir. | |||||||||
(4) | Pajak Penghasilan yang terutang atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebaskan dengan terlebih dahulu memperoleh surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diberikan fasilitas Pengampunan Pajak. | |||||||||
(5) | Permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan oleh Wajib Pajak yang memperoleh Surat Keterangan ke KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar sebelum dilakukan pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan: | |||||||||
a. | fotokopi Surat Keterangan; | |||||||||
b. | fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir atas Harta yang dibaliknamakan; | |||||||||
c. | fotokopi dokumen kepemilikan atas Harta yang masih atas nama pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) , dan akan dibaliknamakan menjadi atas nama Wajib Pajak; dan | |||||||||
d. | surat pernyataan kepemilikan Harta yang dibaliknamakan yang telah dilegalisasi oleh notaris. | |||||||||
(6) | Surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berisi pembebasan Pajak Penghasilan yang terutang bagi pihak yang mengalihkan Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan dan berlaku sepanjang digunakan dalam jangka sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | |||||||||
9. | Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 31 diubah sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut: | |||||||||
Pasal 31 | ||||||||||
(1) | Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk atas nama Direktur Jenderal Pajak secara jabatan menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda yang belum dilunasi yang terdapat pada: | |||||||||
a. | Surat Tagihan Pajak; | |||||||||
b. | surat ketetapan pajak; | |||||||||
c. | surat keputusan, dan/atau | |||||||||
d. | putusan, | |||||||||
untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak. | ||||||||||
(2) | Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. | |||||||||
(3) | Penghapusan atas sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah Wajib Pajak memperoleh Surat Keterangan. | |||||||||
(4) | Penghapusan atas sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wilayah kerjanya meliputi kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan penghapusan sanksi administrasi. | |||||||||
(5) | Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi Secara Jabatan Dalam Rangka Pengampunan Pajak. | |||||||||
(6) | Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi Secara Jabatan Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diterbitkan untuk satu atau lebih produk hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) . | |||||||||
(7) | Dalam hal Surat Keterangan telah diterbitkan dan Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi belum diterbitkan, atas sanksi administrasi tersebut dihapuskan dengan tidak dilakukan penerbitan Surat Tagihan Pajak. | |||||||||
10. | Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 38 diubah, sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut: | |||||||||
Pasal 38 | ||||||||||
(1) | Wajib Pajak yang telah menggunakan tarif Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam Pas al 10 ayat (1) harus menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar yang memuat: | |||||||||
a. | realisasi pengalihan dan investasi Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan; dan/ atau | |||||||||
b. | penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan. | |||||||||
(2) | Penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut: | |||||||||
a. | laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak pengalihan Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2); | |||||||||
b. | laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan | |||||||||
c. | laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L Peraturan Menteri Keuangan ini. | |||||||||
(3) | Penyampaian laporan penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut: | |||||||||
a. | laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); | |||||||||
b. | laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan | |||||||||
c. | laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M Peraturan Menteri ini. | |||||||||
(4) | Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan oleh Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan. | |||||||||
11. | Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan oleh Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan. | |||||||||
Pasal 47A | ||||||||||
Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 juga dimiliki dan digunakan oleh otoritas yang berwenang un tuk melakukan penanganan tindak pidana yang bersifat Transnational Organized Crimes(TOC) meliputi narkotika, psikotropika, dan obat terlarang, terorisme, dan/ atau perdagangan manusia, otoritas yang berwenang dimaksud tetap dapat melaksanakan tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan terkait. | ||||||||||
12. | Di antara Pasal 50 dan Pasal 51 disisipkan 4 (empat) pasal yakni Pasal 50A, Pasal 50B, Pasal 50C, dan Pasal 50D, yang berbunyi sebagai berikut: | |||||||||
Pasal 50A | ||||||||||
(1) | Ketentuan yang berisi pengaturan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 2016 tentang Pengampunan Pajak, termasuk mengenai: | |||||||||
a. | penegasan atau rincian subjek pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu yang dapat tidak menggunakan haknya dalam Pengampunan Pajak; | |||||||||
b. | kriteria harta warisan dan harta hibahan yang bukan merupakan objek Pengampunan Pajak; | |||||||||
c. | perlakuan terhadap Harta yang diperoleh dari penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan atau Harta yang diperoleh dari penghasilan yang bukan objek Pajak Penghasilan, dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; | |||||||||
d. | perlakuan atas nilai waJar Harta yang disampaikan oleh Wajib Pajak; | |||||||||
e. | penyesuaian terhadap format dan isian dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak, tata cara, dan jangka waktu penyampaiannya; dan | |||||||||
f. | penentuan Wajib Pajak tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan salinan digital (softcopy) Daftar Rincian Harta dan Utang; | |||||||||
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||||
(2) | Ketentuan yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang berisi pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 2016tentang Pengampunan Pajak tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. | |||||||||
Pasal 50B | ||||||||||
(1) | Dalam hal Wajib Pajak: | |||||||||
a. | memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50A ayat (1) huruf a, dan/atau | |||||||||
b. | hanya memiliki Harta tambahan berupa harta warisan dan harta hibahan yang bukan merupakan objek Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50A ayat (1) huruf b, | |||||||||
dan telah menyampaikan Surat Pernyataan dapat memilih untuk tidak menggunakan haknya se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan dengan menggunakan format dokumen sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||||
(2) | Penyampaian pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat: | |||||||||
a. | tanggal 30 Oktober 2016, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku; atau | |||||||||
b. | 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Keterangan diterbitkan, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan setelah Peraturan Menteri ini berlaku. | |||||||||
(3) | Dalam hal pencabutan atas Surat Pernyataan disampaikan sebelum Surat Keterangan diterbitkan, Surat Pernyataan dimaksud dianggap tidak disampaikan. | |||||||||
(4) | Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , tanda terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (8) atau tanda terima sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14A ayat (2) huruf b dan/atau Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 menjadi tidak berlaku. | |||||||||
(5) | Bagi Wajib Pajak yang menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut: | |||||||||
a. | Surat Keterangan yang telah diterbitkan batal demi hukum; | |||||||||
b. | Wajib Pajak dianggap tidak mengikuti Pengampunan Pajak; dan | |||||||||
c. | Wajib Pajak tidak diberikan fasilitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pengampunan Pajak. | |||||||||
(6) | Ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. | |||||||||
Pasal II | ||||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. | ||||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. | ||||||||||
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 September 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI | |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA | |
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1438 |